Astaga! Dua Pekerjaan Miliki Nomor Kontrak Sama, Papan Proyek Terpisah

MALUKUEXPOSE.COM,AMBON-Dua proyek yang anggarannya bersumber dari pinjaman PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 700 miliar, milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Maluku di dua lokasi berbeda di Kota Ambon memiliki nomor kontrak yang sama.

Kedua proyek tersebut masing-masing, pematangan lahan pembangunan Rumah Sakit Angkatan Laut DR. F.X. Suhardjo Lantamal IX di Halong, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, dan proyek pembangunan prasarana pengamanan pantai Ambon Water Front City di Desa Poka, Kecamatan Teluk Ambon.

Kendati lokasi kedua proyek tersebut berjauhan, namun memiliki nomor kontrak yang sama, yakni 01.610.615/KTRK/SDA/APBDP/GP-7/XII/2020 tertanggal 02 Desember 2020, yang dikerjakan oleh perusahaan yang sama, yaitu PT. Ikinresi Bersama.

Dalam papan proyek pematangan lahan pembangunan Rumah Sakit Angkatan Laut DR. F.X. Suhardjo Lantamal IX di Halong tidak tercantum nilai proyek.

Sedangkan dalam papan proyek pengamanan Pantai Ambon Water Front City di Poka, tercantum nilai proyek sebesar Rp.14.963.231.000, yang anggarannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) tahun 2020.

Berdasarkan penelusuran media ini, jika dua kegiatan dengan nomor kontrak yang sama, tetapi memiliki dua papan proyek, maka itu tidak diperbolehkan, dan salah.

“Kalau mereka pintar, nomor kontrak sama dan papan proyek yang digunakan cukup satu. Misalnya dalam papan itu tercantum, nomor kontrak, nama pekerjaan a, nanti dalam didalam kontrak diisi di RAB-nya, a1, a2, a3 dan seterusnya. Nah, nanti pada saat pemeriksaan baru dijelaskan. Bagi saya, mereka salah dalam administrasi,” kata pengiat antikorupsi, Andrew Sutantoni kepada media ini, di Ambon, Minggu (21/11/2021).

Seharusnya, jika kedua proyek tersebut memiliki nomor kontrak yang sama, maka harus mencantumkan kegiatan dalam satu papan proyek saja.

Bukan saja itu, pematangan lahan berdasarkan aturan, tidak boleh disatukan dengan pekerjaan konstruksi, karena pengadaan lahan memiliki sub bidang yang berbeda.

“Satu lagi. Lahan itu sebenarnya tidak boleh disatukan dengan konstruksi. Karena pengadaannya adalah pengadaan lahan, dan itu sub bidangnya beda. Itu juga harus hati-hati. Lahan ini soal pembebasan, bayar ganti rugi ataukan apa.

Terkait dengan penggunaan sebutan Water Front City, juga dipertanyakan. Pasalnya, penggunaan istilah Water Front City harus ada peraturan daerahnya.

“Sebutan Water Front City itu maksudnya apa? Ya, bisa dikatakan kota air. Tidak masalah penggunaan sebutan itu. Tapi pertanyaannya kemudian, apa sebutan itu sudah diperdakan? Sebutan itu harus jelas. Ambon Kota Musik misalnya, itu layak digunakan, karena UNESCO menyatakan demikian. Water Front City mana dasar hukumnya,” tegas dia.

Silahkan Bagikan :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *