MALUKUEXPOSE.COM,AMBON-
Mantan ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku Melkias Frans menyatakan, persoalan kepemilikan atas hak lahan RSUD Haulussy Ambon sesuai surat penyerahan 6 potong Dati oleh Saniri Negeri Urimessing milik Hein Johannes Tisera ayah kandung dari Yohanes Tisera telah dinyatakan tidak sah atau cacat hukum dengan dikeluarkan Surat Keputusan dari Mahkamah Agung (MA) no 3410/Perkara Kasasi tahun 2017 yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap tanggal 27 Agustus 2018, yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Ambon.
Menurutnya, hasil rapat Anggota Komisi I DPRD periode sebelumnya pada tanggal 9 September 2019 telah memutuskan dan mengeluarkan risala rekomendasi ke Pemprov Maluku untuk melakukan pending terhadap pembayaran lanjut RSUD Halualussy Ambon kepada keluarga Yohanes Tisera, sampai menunggu keputusan inkrah dari keluarga Alfons.
“Jika kemarin Hasil Rapat Komisi I DPRD Maluku dan Pemprov Maluku melakukan pembayaran Rp3 Miliar kepada keluarga Johannes Tisera maka saya menduga Komisi sengaja melakukan perlawanan terhadap keputusan lembaga peradilan,”sesal Frans kepada wartawan di Ambon kemarin.
Olehnya dia mengaku, berdasarkan keputusan terbaru hak kepemilikan tanah dari keputusan Pengadilan Negeri, Pengadilan (PN), Pengadilan Tinggi (PT) dan Mahkamah Agung yang membatalkan 6 potong Dati dan mengakui kepemilihkan yang sah adalah keluarga Alfons dan Negeri Urumesing.
“Saya pernah sarangkan ke keluarga Alfons dan mengusulkan untuk mendapatkan putusan pembatalan lokasi RSUD Haulusy pada Dati Katapan dan memutuskan hak lahan tersebut berada pada dusun Kudamati. Bahkan setelah ada keputusan maka Pemprov Maluku segera melakukan pembayaran lanjutan dengan keluarga Alfons,”tegas Frans.
Dikatakan, sebagai mantan ketua Komisi I DPRD Maluku sangat menyesal terhadap pembayaran kedua kepada Tisera, sebelum melihat Risalah tanggal 9 September 2019 yang komisi sebelumnya telah mengeluarkan Rekomendasi ke Pemprov Maluku untuk menghentikan proses pembayaran terhadap keluarga Tisera karena dinilai cacat Hukum.
“Saya minta Komisi I DPRD Maluku segera menagendakan rapat untuk mengundang keluarga Alfons, keluarga Tisera, dan Pemerintah daerah dalam meminta keterangan-keterangan dalam rangkah penyelamatan uang daerah yang dikeluarkan,”pinta Frans.
Disinggung pembayaran pertama Rp 10 Miliar kepada keluarga Tisera, Frans mengaku, pembayaran Rp10 miliar Pertama kepada keluarga berdasarkan keputusan Peninjauan kembali (PK), sehingga pemerintah daerah langsung membayar.
Ditambahkan, dalam rapat Komisi I DPRD Maluku sebelumnya berdasarkan keputusan Peninjauan kembali (PK) bahwa lahan RSUD berada pada dati katapan dan dati katapan merupakan milik Tisera atas dasar penyerahan 6 potong Dati Katapan oleh Saniri-Saniri Negeri-Negeri Urumesing kepada almahum bapanya saat menjabat sebagai Raja Negeri, sehingga Pemerintah Daerah langsung melakukan pembayaran Rp10 Miliar berdasarkan PK tanpa menunggu keputusan lembaga peradilan.
“Jadi saya minta Keluarga Alfons segera meminta surat tentang pembatalan Lahan RSUD Haulussy Kudamati dia atas 6 potong Dati Katapan Negeri Urumesing dari Pengadilan tinggi dan Mahkamah Agung, karena susuai keputusan MA no 3410/Perkara Kasasi tahun 2017, bahwa kepemilihan merupakan hak dari keluarga Alfons bukan keluarga Tisera,”ungkapnya.
Untuk diketahui, kepemilikan atas lahan RSUD Haulussy Ambon, yang berada di Kelurahan Kudamati, Petuanan Negeri Urimesing, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon telah melahirkan putusan Mahkamah Agung no 3410/Perkara Kasasi tahun 2017 yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap tanggal 27 Agustus 2018, yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri Ambon.
Dimana, dalam perkara nomor 62 tahun 2015 di Pengadilan Negeri Ambon amar putusannya menerangkan, bahwa surat penyerahan 6 potong dusun dati oleh Saniri Negeri Urimessing kepada Hein Johannes Tisera ayah kandung dari Yohanes Tisera tanggal 28 Desember 1976 adalah surat palsu, dan dinilai oleh hakim Pengadilan Negeri Ambon cacat hukum.
Disebut cacat hukum, lantaran penyerahan 6 potong dati tersebut tidak ada kolerasi antara hari dan tanggal penyerahan. Dimana dalam surat penyerahan dicantumkan tanggal 28 Desember 1976 itu jatuh pada hari Jumat, namun yang sebenarnya tanggal 28 Desember 1976 itu adalah hari Selasa. Kuat dugaan, surat penyerahan tersebut berlaku surut, sehingga mengabaikan akurasi surat penyerahan antara hari dan tanggal, yang tidak sesuai.
Sesuai petikan amar putusan pengadilan Negeri Ambon Nomor 62 tahun 2015 pada point ke 4 menyatakan, bahwa surat penyerahan enam potong dati dari Saniri Negeri Urimesing kepada Henin Johanis Tisera tertanggal 28 tahun 1976 adalah cacat hukum. Sehingga kepemilikan lahan yang selama ini diklaim oleh Buke Tisera atau Yohanes Tisera tidak mendasar.
Tidak hanya itu, terkait dengan kedudukan lahan RSUD dr Haulussy dalam versi Yohanes Tisera, bahwa lahan tersebut berada di atas dusun dati Pohon Ketapang cukup diragukan. Karena Lahan RSUD dr Haulussy dalam kenyataan berada diatas dusun Dati Kudamati.
Terkait kedudukan Lahan yang kini telah didirikan RSUD dr Haulussy dapat dibuktikan dengan gambar peta Ambon en OMSTREKEN, tahun 1924 yang dengan jelas menyatakan, bahwa RSUD Halussy ada diatas dati Kudamati,
yang juga diperkuat dengan surat keterangan Pemerintah Negeri Urimesing tahun 1976.
