Malukuexpose.com-Penasehat Hukum Terdakwa, Ruben Benharvioto Moriolkossu dan terdakwa Petrus Masela meminta majelis hakim untuk membebaskan kliennya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi, SPPD Setda Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun anggaran 2020.
Pernyataan itu disampaikan penasehat Hukum, Rony Samloy saat didampingi Jenci Ratumassa, Marnex Salmon, Fredrik Septory dan Steines Sitania, usai persidangan.
Tak hanya permintaan bebas, Rony Samloy cs juga meminta dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Rahmat Selang didampingi dua Hakim anggota lainya itu agar Mantan Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon juga harus ditersangkakan, pasalnya terjadi Tipikor akibat dari perintah sang mantan Bupati periode 2017-2022. Rabu (22/5).
“Berdasarkan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa Drs. Ruben Moriolkossu in casu halaman 676 dikatakan: “Berawal adanya permintaan dari saksi Petrus Fatlolon yang saat itu menjabat sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar kepada saksi Drs. Ruben Moriolkossu dalam kapasitas selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Tanımbar Tahun Anggaran 2020 sekaligus bertindak selaku Pengguna Anggaran, untuk menyediakan dan menyiapkan sejumlah uang yang akan digunakan untuk membiayai beberapa kebijakan darı saksi Petrus Fatlolon selaku Penguasa Anggaran.
Dimana saat itu Terdakwa Drs. Ruben Berhanvioto Moriolkossu menjelaskan kepada saksi Petrus Fatlolon bahwa tidak ada pos anggaran untuk membiayai kebijakan-kebijakan tersebut. Namun, saat itu saksi Petrus Fatlolon tetap memaksa dan memerintah saksi Drs. Ruben Berhanvioto Moriolkossu untuk memenuhi permintaan tersebut”. Ungkapnya
Selain itu kata Rony Samloy, pada halaman 681 Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum disebutkan “Jika dirincikan dari setiap kebijakan sebagai berikut dimana saksi Petrus Fatlolon menerima Rp. 314.598.000,00 maka saksi Petrus Fatlolon adalah “si pemberi perintah atau si penyuruh” yang juga menikmati hasil korupsi penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulaun Tanımbar yang tidak disentuh atau sengaja tidak digiring ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon seperti yang dilakoni Terdakwa Petrus Masela.
“Dalam perkara ini “si penyuruh” adalah Penguasa Anggaran in casu saksi Petrus Fatlolon (Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun 2017- 2022) namun anehnya dalam perkara a quo yang bersangkutan tidak dilibatkan atau tidak digiring sebagai tersangka/terdakwa dalam perkara penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun Anggaran 2020.
Dengan demikian merujuk pada pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP Fatlolon haruslah ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Tanimbar, sebab kalau Petrus Fatlolon tidak ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama maka patut diduga “Jaksa main “bola salju hukum liar” dalam surat tuntutan mereka.
Sebab dalam tuntutan itu jelas bahwa baik terdakwa Ruben maupun Petrus Masela diperintahkan secara paksa untuk keluarkan anggaran demi mendukung kebijakan Petrus Fatlolon,“ Tambah Samloy.
Selain itu, Tim Penasihat Hukum Terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu dan Petrus Masela menganggap Surat tuntutan Terdakwa Drs. Ruben dan Petrus Masela kabur dan tidak jelas dalam hal peran dan Pertanggungjawaban Pidana dari seluruh pelaku tindak pidana berdasarkan rumusan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sehingga kedua terdakwa haruslah dibebaskan.
“Kami juga meminta Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini adalah Terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu dan Petrus Masela hanya mengikuti perintah untuk mengeluarkan sejumlah uang berdasarkan perintah jabatan dari saksi Petrus Fatlolon sebagai Bupati Kepulauan Tanimbar (2017-2022) dan di masa mewabahnya pandemi Covid-19 sehingga dari pendekatan pertanggungjawaban pidana khusus kesimpulan Pasal 51 ayat (2) KUHP yang menyatakan :”Barang Siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak dipidana”. Tambah Samloy
Lebih lanjut Kata Samloy, Berdasarkan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP telah ditentukan secara limitatif upaya untuk menganjurkan atau menggerakkan orang lain melakukan perbuatan pidana, yakni, pertama, memberi atau menjanjikan sesuatu. Kedua, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat Ketiga, dengan kekerasan. Keempat, dengan ancaman atau penyesatan. Kelima, memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.
“Ada lima syarat yang harus dipenuhi dalam bentuk penyertaan menggerakkan atau menganjurkan. Pertama, kesengajaan untuk menggerakkan atau menganjurkan orang lain
melakukan suatu perbuatan pidana. Kedua, ada orang lain yang dapat melakukan perbuatan yang digerakkan atau dianjurkan. Artinya, kehendak itu juga ada pada orang yang digerakkan atau dianjurkan.
Ini berkaitan dengan kausalitas psikis Pengguna Anggaran, untuk menyediakan dan menyiapkan sejumlah uang yang akan digunakan untuk membiayai beberapa kebijakan dari saksi Petrus Fatlolon bahkan sudah disampaikan bahwa tidak ada pos anggaran itu tetapi PF “tetap MEMAKSA” dan memerintah saksi Drs. Ruben Berhanvioto Moriolkossu, untuk memenuhi permintaan tersebut.
Mereka ini adalah sebagai asesor kepada peserta lain yang pemidanaannya tergantung pada pemidanaan orang lain. Dalam perkara a quo Terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu selaku Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar melaksanakan perintah jabatan di bawah tekanan/paksaan dari saksi Petrus Fatlolon dalam jabatan sebagai Bupati Kepulauan Tanimbar, “ Ujar Samloy
Selanjutnya jelas Samloy, menurut Pasal 48 KUHP disebutkan “Barangsiapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.
“Pasal 48 KUHP ini simetris dengan redaksi Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara atas nama Terdakwa Drs. Ruben Benharvioto Moriolkossu dan Petrus Masela khusus di halaman 676 dikatakan “Berawal adanya Permintaan dari Saksi Petrus Fatlolon sehingga sekali lagi kami mau tekankan bahwa kedua Terdakwa hanya mengikuti perintah, “ cetusnya. (Edw)
Average Rating